Welkom to The Junggle

H A I :)

  • Beranda
  • Mari Berkenalan
Nenekku enggan memasukan suapanku ke mulutnya. Barangkali ia tidak ingin merepotkan. Kalau-kalau akhirnya suapan itu ditelan -dan terlalu cepat diproses dalam perut- harus ada yang memapahnya berjalan menuju kamar mandi. Atau tersungkur tak berdaya, karena berdiri pun tidak stabil. Namun, tidak semua mengerti alasan tersebut. Ibuku meneriaki nenekku, seakan jika nenekku tidak mau makan dan jatuh sakit, dirinya tidak bisa bekerja -karena harus menunggui-. Oh tuhan, jika aku diberi kesempatan, tak perlulah aku mengejar gelar setinggi langit, jika untuk memenuhi kebutuhan dasar saja nenekku tidak merasa bebas. Aku tidak ingin tumbuh besar. Aku ingin selalu menjadi anak kecil kurus yang sulit makan, dibandingkan nenekku menjadi kurus dan sakit. Biar aku saja. Duniaku hancur kalau kulihat nenekku bersedih. Apakah ketika kita sudah menjadi dewasa dan memiliki sesuatu yang baru, yang lebih berharga, kita akan meninggalkan milik kita yang paling berharga? Apakah nantinya jika aku sudah punya banyak pilihan, aku juga akan memalingkan muka kepada ibuku? Barangkali lukaku tidak akan sembuh, tapi biarlah itu jadi urusanku. Aku selalu ingin menjadi aman untuk yang butuh. Semoga aku selalu diberi mampu untuk membuat orang lain merasa bebas melakukan apa saja. Duniaku, tolong bertahan sedikit lagi, selama-lamanya, temani aku di dunia lebig lama.


The professor, Maartje, Erliza, and Bart

On one of the early winter days, one of the professors who was also a expert informant for our project invited us to go on a special excursion. Because of his generosity, we decided to go even though there were only two of us with her car (the rest couldn't make it because in the midst of a deadline that was two days away).

He is a professor in forest inventory and extremely kind. From the beginning of the trip to the excursion in the forest, he told us about each landscape, its characteristics and history. It didn't feel boring because he slipped questions and humour in, and smiled a lot. He did not hesitate to laugh and take action to pick up something that was not supposed to be in the forest, and pocketed it, intending to throw it away. He even treated us to a cup of hot chocolate!

Cecile oak - not too old oak tree

One of his students spoke confidently about the characteristics of European Larch that even he (the Professor) was not sure he could distinguish from Japanese Larch, but appreciated it. I also asked him a question - which probably sounded stupid - but he answered it at length as if my question made sense. I asked about the unsatisfactory results of Natura 2000 monitoring in a report by one of the EU institutions and why. He answered by saying that the framework is not effective enough and the supporting reasons. In fact, he could have said ‘Just read the report until that chapter.’

I think this is a valuable experience for me personally. When I become a more senior person in the future, I want to maintain my humble attitude, which is very expensive nowadays. Maybe it feels easy here because I am studying in a country that is quite egalitarian, everything is almost equal, all opinions are equally valuable. I feel like I should write this as a reminder to my future self :)


Obrolan tidak menyenangkan itu muara dari dua hal: kesulitan menuturkan, atau kesulitan mendengarkan.

Kadang, aku kesulitan di poin kedua, tapi lebih banyak terkendala di poin pertama.

Aku sering kalah dengan gestur orang yang mendengarku. Sekecil mereka tidak menatap mataku, atau ketika tidak benar-benar didengar. Kata orang, mungkin ini luka pengasuhan. 

Di kepalaku, menjadi penutur yang baik artinya bercerita dengan menarik. Itu sulit sekali. Padahal nggak mesti begitu. 

Aku masih belajar bertutur, sambil terus mencari orang tulus yang benar-benar ingin mendengar. Karena di masa ini, aku tidak terlalu punya banyak energi untuk berbagi.

Bagiku juga, mendengar secara aktif bukan cuma soal pasang telinga dan memikirkan respon, atau malah tidak merespon sama sekali. Namun aku sering melakukannya, terutama saat tidak punya energi untuk “mendengar”. Tentu aku sangat sedih jika saat itu terjadi.

Menjadi pendengar aktif berarti mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang sedang ingin disampaikan penutur. Awalnya sulit. Lama-lama otomatis. Kalau mau belajar. Begitu kata orang-orang.

Kalau dipikir-pikir, bisa mengobrol dengan baik itu privilege, karena energi kedua belah pihak yang seimbang; setara. 

Semoga aku menemukan rumah, dimana aku tidak perlu merasa bersalah ketika menumpahkan segala rasa, tidak takut terluka jika tak sengaja memecahkan ekspektasi di lemari kaca, dan tidak lekas patah ketika gagal meninggikan langit-langitnya.

Semoga suatu hari nanti aku menemukan rumah itu di dalam diriku. Tidak peduli seberapa hebat topan mengobrak-abrik genting dan jendela, hatiku tetap kokoh, jiwaku yang paling tangguh. Semoga suatu hari nanti rumahku mampu membendung setiap tetesan hujan mengalirkannya. Tidak melulu melemparnya dengan perasaan serba jatuh.


Jika memang aku benar diterima di rumah lainnya, semoga aku tak lagi punya syarat macam-macam untuk dapat sekedar bernaung di dalamnya. Pun, harapku, rumah itu muat menampung mimpi dan doaku tanpa tapi. 


Apabila rumah itu menampung lebih dari aku, semoga setiap penghuninya mampu menerima segala rimbun dan layuku. Sebagaimana aku yang selalu punya halaman luas untuk ditanami kebaikan apapun.


Semoga, dimanapun aku tinggal nantinya, aku tak lupa jalan pulang untuk menuju diriku sendiri. Menerimanya. Dan memberinya lebih banyak. Daripada yang selama ini mampu kuberikan. Kuat-kuat, rumahku, diriku.


Langganan: Postingan ( Atom )

Willkomen Message

Selamat datang! Boleh dong mampir di bit.ly/akutemancikal hehe. Mari kita bertumbuh bersama!

Pemegang Hak Kelola atas Rimba

Foto saya
Erliza Cikal Arthalina
Halo! Nama saya Cikal. Mahasiswa jurusan Kehutanan yang suka menjelajah ke rimba raya meski dibesarkan di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta. Selamat datang di rumah!
Lihat profil lengkapku

READ OTHERS!

  • Tidak Butuh
    Kita tidak butuh berbadan besar untuk memiliki jiwa besar Kita tidak butuh gagah perkasa untuk memiliki keberanian Kita tidak butuh ped...
  • Kepada Waktu
    Aku coba labuhkan rindu pada senja Meski dedaunan kering jatuh tanpa suara Ada jarak yang coba kita lipat Ada belenggu mengikat ...

Kamu adalah pengunjung ke-

Mari Berteman!

LABEL TULISAN ABSURD SAYA

Cerita Pendek De Amor Fiksi Friendship Opinion Puisi Random Remaja Islam Sweet Moment Tentang Aku Whats New

Lorong Waktu

Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright 2014 Welkom to The Junggle.
Designed by OddThemes