Hei, sedang apa kamu? Kamu yang belum kutahu namanya, yang besok-besok -dan doaku- sampai ke negeri yang kekal abadi akan membersamaiku melalui dunia yang terdiri atas beragam komposisi warna ini.

Aku tidak tahu apakah saat ini kamu ada di sekitarku, apakah aku tahu namamu, dan apakah ternyata kita benar-benar saling asing. Iya. Aku menarik ucapanku tempo dulu, kalau kamu harus berada di kalangan orang-orang terdekatku. Karena ternyata yang dekat, belum tentu erat. Karena yang disisi, belum tentu mengerti. Aku mau yang mau terima aku apa adanya, selalu dekat untuk menguatkan, membersamai untuk tumbuh bersama. 

Kamu tahu kan, kalau setelah akad itu terucap, kita akan melalui perjalanan yang panjang sekali. Di dalamnya, aku akan bersiap untuk menopangmu kala kau kelelahan berjalan, karena di awal kita sudah sepakat kalau rumah adalah tempat kembali dari perjalanan dunia yang panjang lagi berat. Kuharap kamu selalu punya hati yang luas, pikiran yang panjang, serta telinga yang sedia setiap saat. Jika nanti hal-hal yang kulakukan kurang berkenan denganmu, ajak aku bicara melalui sisi-sisi paling manusiawi, buat aku mengerti karena paham, bukan karena aku harus, meski kenyataannya memang begitu.

Katakan padaku, "Sini, selesaikan dulu ceritanya." Sebelum menghakimi dengan dakwaan beruntun. Cuma itu. Kuharap kamu mengerti, ya Mas. Saat ini dan mungkin beberapa tahun ke depan sampai aku benar-benar bertemu dirimu, aku akan membangun benteng tinggi-tinggi. Sampai ada yang bisa menembus, maka kuharap itu kamu, Mas. 

Sehat-sehat selalu, ya. Semoga kita bertemu dalam kodisi yang baik.