berhenti merasa bersalah, kamu bebas sebebas-bebasnya

Kalau memaafkan cuma soal, "Yaudah oke, aku bisa terima." sih oke-oke aja. Tapi "Iya aku bisa terima dan anggep aja semua nol lagi, jadi tolong ditoleransi yaa semua ina inu-ku" haha yaudah maaf-maaf nih ya, mending maju jadi politikus aja, profesi yang akhir-akhir ini suka tebar sekaligus ingkar janji.

Analoginya, pas kamu mau makan bakso, minum boba, atau beli nasi warteg sekalipun, kamu selalu bebas memilih. Ga suka pake tahu ya udah, tinggal bilang. Gamau bobanya ada boba yaudah bilang aja, meski aneh, toh yang mengonsumsi kamu juga. 

Ga usah minta maaf kamu nggak bisa ngehabisin makanan kalau dari awal kamu sudah tau kamu nggak suka. Itu namanya sengaja mubadzir. Melestarikan penyakit yang menjangkit sebagian besar dari kita dan membuat generasi kedepan jadi makin "ngelunjak".

Nah daripada maksain kamu suka makanan tertentu karena tuntutan sosial, mending kamu makan yang emang bener-bener cocok di lidahmu. Jadinya kamu ga perlu buang-buang makanan, plus makan hati karena merasa bersalah. Kalau cuma mau dapet sense of regret, coba jalan-jalan ke penelitian SMERU atau lihat statistik BPS, berapa banyak angka kelaparan di Indonesia?

Kesimpulannya, cari orang yang bener-bener bisa menerima kamu tanpa kamu perlu minta maaf atas hal-hal yang kamu anggep biasa aja, tapi menurut dia itu adaalah kesalahan yang tidak bisa ditolerir. Kecuali kamu mau berkompromi, melihat dari sudut pandang dia, lantas memutuskan apa yang terbaik kemudian.

Kalau makan yang ga sesuai sama lidah aja bikin ogah-ogahan, apa lagi kalau makan hati terus-terusan? Darah tinggi, bos!

I've been giving out chances every time
And all you do is let me down
And it's taking me this long
Baby but I figured you out
And you're thinking we'll be fine again
But not this time around

You're Not Sorry, Taylor Swift