sebuah tulisan yang tak pernah selesai

Ku dengar namamu, jauh tak kukenal.

Wajah yang kusayang, kuraba sebentar.

Masih tak kutemu, matamu yang dulu.

"Siapa? Siapa?" mengalun pada lagu. 

Tak tahu akan kemana.

sebuah tarian yang tak kunjung selesai, Nadin Amizah.

Kupikir sudah belasan purnama, ratusan hari, puluhan mimpi, kuhabiskan untuk memikirkanmu.

Engkau yang senyumnya sudah tak bisa kusapa dengan riang, pun tangismu terlanjur mengering sebelum aku sempat mengusap, apalagi memelukmu.

Semua orang bilang, ini yang terbaik. Kau pergi tanpa meninggalkan sepatah kata. Beranjak tanpa bisa kutemui lagi. Aku bilang, aku hancur. Kepergian ini membawa dampak luar biasa pada jiwa... dan tentu saja, ragaku.

Seolah-olah hari-hari hanya kutunggu usainya. Satu hari selesai. Lantas, beranjak ke hari berikutnya. Selesai. Dan berulang. Kosong.

Mengertikah bahwa dampak dari kepergianmu membuatku harus berpikir seribu kali untuk beranjak. Membuatku ratusan kali lebih waspada kalau itu menyangkut yang kusayang. Membuatku terjebak antara harapan dan angan kosong. Pun antara pergi sementara dan selamanya.

Aku punya terlalu banyak harap, ingin, dan segala-gala yang ingin kuraih karena sebelumnya aku tak punya kesempatan sebesar ini. Tapi jika kuingat-ingat, itu bukan mimpiku yang sebenarnya. 

Mimpiku adalah selamanya hidup denganmu, hidup bersama orang yang mencintaiku dengan seluruh hidupnya. Sekarang, mimpi ini terasa mahal karena aku harus membayar dengan banyak kecewa. Dan tak kunjung bisa menebusnya sampai detik ini.

Aku sayang padamu, sungguh. Bahkan, sesaat setelah nafas terakhir itu kau hembuskan. Aku masih bisa merasakan detakmu di dalam jiwaku. Aku tahu cinta itu tidak akan pergi. 

Dan dalam rangka merawatnya, aku persembahkan hidup dan seluruh jiwaku untuk seseorang yang juga kau sayang. Ia cinta keduaku setelah dirimu. Aku janji, akan merawatnya dan tidak akan pergi-pergi.

Doakan aku mampu. Aku pasti mampu.