Gadis kecil berbaju renda-renda itu matanya bulat. Hari ini ia akan bertualang. Di bukanya pintu rumahnya, sontak retinanya membesar menangkap ribuan cahaya. Sayangnya, sel kerucutnya hanya mampu mendefinisikan dua warna; hitam dan putih. Setidaknya, begitu menurut si gadis kecil. "Putih sekali langit ini!" ujarnya sambil melangkahkan kaki gembira.
Di perjalanan pertama, ia tiba di pematang sawah. Gadis kecil menyapa Pak Tani, lantas berkata,
"Mengapa nasi begitu lezat padahal berwarna hitam?"
Pak Tani yang telah mengenal gadis kecil menjawab,
"Nasi lezat karena padinya dirawat sepenuh hati dan cinta, bukan karena warnanya hitam."
Si gadis kecil melanjutkan perjalanan. Ia tiba di rumah pandai besi lantas mengerjap penasaran,
"Mengapa besi kokoh sekali meski terbuat dari cahaya putih?"
Pandai besi menatap gadis kecil dan menghentikan pekerjaannya sejenak,
"Besi kokoh karena proses pembuatannya memerlukan kesungguhan, bukan sekedar karena ia memancarkan cahaya ketika ditempa."
Gadis kecil tidak puas dengan jawaban Pak Tani dan pandai besi. Ia berjalan menuju destinasi terakhir. Akhirnya, ia tiba di rumah kakek tua yang sudah lama tidak keluar rumah karena tak bisa berjalan,
Gadis kecil tidak puas dengan jawaban Pak Tani dan pandai besi. Ia berjalan menuju destinasi terakhir. Akhirnya, ia tiba di rumah kakek tua yang sudah lama tidak keluar rumah karena tak bisa berjalan,
"Kek, dunia ini aneh sekali ya? Cuma terdiri dari dua komposisi warna."
Kakek tua tersenyum menatap mata gemas gadis kecil yang mengerjap-ngerjap penuh rasa penasaran,
"Sebelum Kakek tidak bisa berjalan, Kakek sudah berkelana menjelajahi dunia. Dan Kakek hanya mendapat satu kesimpulan tentang warna."
"Warna hitam atau putih, kek?" tanya gadis kecil sambil melompat ke pangkuan Kakek tua.
Kakek tua tersenyum lantas menjawab, "Abu-abu."
Sebelum gadis kecil kembali mengayunkan bibir untuk bertanya, Kakek tua lebih dulu menambahkan, "Kamu akan mengerti jika sudah setua Kakek,"
"Apa aku harus menunggu sampai tidak bisa berjalan seperti Kakek?" pertanyaan yang cukup kelewatan jika melupakan usia gadis kecil yang belum genap enam tahun.
Bukannya tersinggung, Kakek tua tersenyum takzim. Nampak bijaksana, "Tidak. Kamu cuma perlu berjalan lebih jauh."
Gadis kecil memandang Kakek tua dengan tatapan tidak percaya, lantas mengangguk, "Baiklah Kek, apakah sekarang saatnya makan siang? Kulihat kucing Kakek sudah sangat kelaparan."
Dan akhirnya mereka makan bersama sambil bertukar celoteh.
Bukannya tersinggung, Kakek tua tersenyum takzim. Nampak bijaksana, "Tidak. Kamu cuma perlu berjalan lebih jauh."
Gadis kecil memandang Kakek tua dengan tatapan tidak percaya, lantas mengangguk, "Baiklah Kek, apakah sekarang saatnya makan siang? Kulihat kucing Kakek sudah sangat kelaparan."
Dan akhirnya mereka makan bersama sambil bertukar celoteh.
ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 comments:
Posting Komentar
Drop your coment here! :)